THE MANTAN BAGIAN 12


THE MANTAN

Bagian ke-12
Ke Perpustakaan Daerah Bone


Hari senin, tak ada kegiatan yang berarti. Pada hari itu Arkam tidak ke kampus, ia hanya menghabiskan waktunya tidur-tiduran di kamar. Dinding kamar miliknya putih polos, tidak ada hiasan, photo, atau pun poster yang tergantung di sana. Kamarnya tidak terlalu luas, namun cukup luas bagi seseorang lelaki lajang.

"Arkam bangun nak, ini sudah masuk waktu duhur" terdengar suara lelaki paruh baya dari balik pintu. Lelaki paruh baya itu adalah ayah Arkam yang bernama Darwis. Sepeninggal istrinya Darwis kini hanya tinggal bertiga bersama Arkam dan Ulfa. Istrinya meninggal sewaktu melahirkan Ulfa. Kejadian itu menimbulkan luka begitu mendalam di hatinya. Ketika melihat Ulfa maka otomatis ia akan teringat kepada almarhum istrinya. Sebab seperti pinang dibelah dua, wajah, mata, dan rambut Ulfa begitu mirip dengan almarhum istrinya. Karena kecintaannya yang begitu besar terhadap almarhun istrinya, Darwis tidak pernah berangan-angan untuk menikah lagi. Meski banyak kerabat yang menyarankan, namun ia menolak dengan halus. Ia tidak ingin menikah lagi karena baginya sosok almarhum tidak bisa tergantikan dengan wanita manapun.

"Arkam bangun nak!" Darwis kembali menggedor pintu. Ia tak pernah bosan mengingatkan anaknya untuk sholat, karena memang sudah menjadi kewajiban seorang ayah untuk membimbing dan membina anaknya ke jalan yang di ridhoi Allah S.W.T.

"Iya yah"sahut Arkam sekenanya. Mendengar jawaban Arkam tersebut, Darwis pun kemudian beranjak menuju ruang keluarga untuk menonton tv.

Dengan berat Arkam membuka matanya. Tangannya meraba-raba mencari hp yang tadi ia letakkan di samping. Setelah melihat ke layar hp ia kemudian berseru "Wah udah setengah satu"

Ia kemudian mengambil handuk lalu berjalan menuju kamar mandi. Setelah mandi, ia berwudhu, lalu kemudian menunaikan sholat empat rakaat. "Dimana pun kamu berada jangan sampai lupa sholat" Begitulah pesan ayahnya kepadanya. Entah sudah berapa kali pesan itu di ulang-ulang oleh ayahnya hingga kalimat tersebut tak lagi terdengar asing di telinganya.

Selesai sholat tak lupa ia berdoa untuk almarhum Ibunya. Dalam munajatnya air matanya berderai membasahi pipinya. Apa lagi yang bisa membuat seorang pria mengalirkan air mata jika bukan karena seorang wanita. Yah seorang wanita yang telah melahirkannyalah yang mampu membuat seorang pria menangis. "Ya Allah, aku tak punya lagi kesempatan untuk berbakti kepada Ibunda tercinta. Apa lagi yang bisa kupersembahkan kepadanya selain doa  agar engkau memberinya tempat terbaik di sisi-Mu. Dan untuk Ayahanda, berilah beliau kesehatan dan juga umur yang panjang agar dapat kutunaikan baktiku padanya. Berilah juga ia pahala yang setimpal untuk tiap tetes peluh dan air mata yang tumpah darinya. Ya Allah jadikanlah aku hambamu yang senantiasa besyukur. Berikan aku kebaikan dunia dan akherat dan lindungi aku dan keluargaku dari siksa api neraka"

Selesai berdoa Arkam melipat sarung dan sajadahnya. Ia  berganti pakaian lalu berjalan ke dapur belakang. Telur dan tempe, hanya lauk itu yang ia temui di meja makan.

"Kakak enggak nunggu sayurnya masak?" Tanya Ulfa menghampiri kakaknya.

"Masih lama kayaknya, entar sore aja dek makan sayurnya"

Ulfa menarik kursi kemudian duduk berhadapan dengan kakaknya. "Bentar lagi kok kak, paling lima menit lagi sayurnya udah matang"

"Nanti ajalah dek, lagian kakak lagi buru-buru nih"

"Emang kakak mau kemana?"

"Mau ke Perpusda"

"Ulfa ikut yah?" Rengek Ulfa sambil menyentuh lengan kakaknya.

Arkam nyerocos sambil makan "Gak bisa dek, kakak perginya bareng temen"

"Siapa? Kak Khalil? Ia kan bisa bawa motornya sendiri"

"Bukan"

"Atau kak Tingko?" Ulfa bertanya lagi sambil mengingat-ingat semua nama teman kakaknya yang ia ketahui.

"Bukan juga"

"Trus siapa dong?"

"Ada deh"

"Jangan-jangan bareng cewek yah kak?"

Mendengar pertanyaan adiknya tersebut, Arkam tidak menjawab ia hanya tersenyum penuh arti.

"Pacar kakak yah?" Tanya Ulfa semakin penasaran.

"Bukan, cuman teman kok"

"Siapa kak, ayo dong ceritain" Rengek Ulfa.

"Udah ah, kakak udah hampir telat nih"

Setelah menggosok gigi, Arkam langsung memacu motornya menuju Kampus Biru. Sesampainya di sana ia kemudian menelpon Ayu.
Arkam: kamu di mana? aku sudah di depan kampus kamu nih.
Ayu: Aku masih di kelas kak, tunggu aja di tempat kemarin, segera Ayu ke sana.

Tak berapa lama setelah menutup telepon, Ayu pun tampak dari kejauhan berjalan menujunya. Diedarkannya pandangannya ke segala penjuru, namun sosok yang ia cari tidak juga kelihatan. Ia merasa kecewa tak menemukan Rahma di tempat itu. Meski pun ia datang atas permintaan Ayu, namun tujuannya ke kampus tersebut bukan hanya untuk mengantar Ayu ke perpustakaan. Namun tujuan terselubungnya adalah untuk dapat melihat hidung imut milik Rahma.

"Sendirian dek, temanmu yang lain ke mana?" Tanyanya pada Ayu yang baru saja sampai di tempat itu.

"Maksud kakak Rahma, Evi, sama Anti?"

"Iya"

"Mereka udah pulang lebih dulu kak, emang kakak ada perlu sama mereka yah?"

"Enggak kok cuman nanya aja" Arkam menyembunyikan kekecewaannya.

Mereka berdua  kemudian berangkat menuju perpustaakaan daerah yang terletak di Jl. Jendral Sudirman. Motor milik Arkam ia parkir di depan perpustakaan, sedangkan helmnya ia bawa masuk. Sebab kalau ditinggal di luar takut ada yang nyolong.

Lumayan banyak buku yang menjadi koleksi perpustakaan tersebut. Buku-bukunya disortir berdasarkan jenisnya. Mulai dari buku filsafat, agama, humaniora, sosial, ilmu terapan, sastra dan buku-buku lainya ditempatkan dalam lemari yang berbeda. Suasana di perpustakaan itu pun enak, sejuk dan teduh sebab di sampimg perpustakaan itu berdiri beberapa pohon yang rindang.

Ayu langsung menuju lemari yang diberi label "Ilmu sosial", sementara itu Arkam ke pojok kanan perpustakaan dimana berbagai macam koran tergantung pada gantungan koran di sana.

Tak berapa lama Ayu mengubek-ubek lemari buku tersebut, tiba-tiba terdengar suara yang berasal dari meja baca yang memanggil namanya "Ayu!!!"

Ayu pun segera menoleh dan didapatinya dua makhluk berhijab sedang duduk di sana.
"Kalian ke sini juga, sejak kapan?" Tanya Ayu.

"Kami dari tadi, sewaktu dosen keluar kami langsung ke sini" Jawab Anti.

"Kamu ke sini dengan siapa?" Tanya Rahma. Ia meletakkan buku yang ia baca.

"Dengan kak Arkam"

Mendengar nama Arkam disebut, jantung Rahma tiba-tiba berdebar tidak normal. Matanya otomatis menjelajah ke seluruh penjuru ruangan untuk mencari sang pemilik nama.

"Trus kak Arkamnya mana?"

"Tuh di sana lagi baca koran" Kata Ayu sambil menunjuk Arkam yang tengah berdiri di pojok kanan tampak membaca koran Radar Bone.

Timbul begitu banyak pertanyaan dalam fikiran Rahma. "Kok mereka barengan? Apa mereka sudah jadian?". Kembali perasaan sesak menyeruak ke dalam dadanya.

"Kak Arkam, kak Arkam sini!" Anti melambaikan tangannya ke arah Arkam.

Arkam menoleh, lalu memudian berjalan perlahan menuju mereka. Matanya langsung tertuju pada sosok anggun berjilbab putih. Sementara itu Rahma sok sibuk membolak-balikkan buku. Ia mencoba bersikap sebiasa mungkin, berusaha menguasai perasaannya.

Arkam menarik kursi yang terletak pas di depan Rahma. Ia duduk. Hanya meja baca yang ada diantara mereka berdua. "Eh kalian di sini juga rupanya. Evi mana?" Tanyanya pada Rahma.

"Entah" Jawab Rahma ketus. "Nih orang kok jadi kayak gini lagi, apa penyakitnya kambuh lagi yah?" batin Arkam. Dari cara Rahma menjawab pertanyaannya, Arkam dapat melihat dengan jelas perubahan sikap Rahma terhadapnya.

"Kak Khalil mana kak?" Tanya Anti. Sementara itu Ayu kembali ke lemari buku untuk mencari buku yang ia inginkan.

Arkam bersandar sambil memperhatikan cover buku yang dibaca Rahma. "Kurang tahu juga dek, seharian kami tidak kontek-kontekan"

"Trus kok kakak bisa bareng Ayu ke sini?" Rahma cuman sok sibuk dengan buku ditangannya, diam-diam ia menyimak perbincangan mereka.

"Ohh itu anu, Ayu yang ngajakin. Katanya ia gak punya kartu perpustakaan, jadi ia minta tolong sama aku buat minjemin dia buku sebagai bahan referensi tugas kuliahnya"

"Oww gitu?" Ucap Anti ringkas.

Mendengar jawaban Arkam, Rahma membatin "Gak punya kartu perpustakaan? Alesan. Bikin kartu perpustakaan kan gampang, tinggal nyetor photo 2x3 aja sama ngisi formulir. Gak sampai sejam pun kartunya sudah jadi. Pasti cuman modus Ayu doang."

"Lagi baca  buku apa dek, kok serius banget. Sampai-sampai saya dicuekin?" Tanya Arkam ke Rahma.

"Baca novel kak" Jawab Rahma datar. Meski tampak cuek, ia masih sempat mengintip wajah Arkam dari balik buku yang hampir menutupi seluruh wajahnya.

"Bagus yah ceritanya?" Arkam mencondongkan tubuhnya ke depan, dan menaruh wajahnya tepat di depan buku yang sedang dibaca Rahma"

"Lumayan" Jawab Rahma sekenanya. Ketika ia mengangkat buku yang ia baca, ia langsung terkejut mendapati wajah Arkam begitu dekat di hadapannya.Wajah Rahma seketika itu langsung memerah "Ngapain sih kak?" Protes Rahma yang malu sekaligus terkejut.

"Mau lihat judulnya dek" jawab Arkam tanpa merasa bersalah. Bukan sampul buku lagi, tapi kini wajah Rahmalah yang tepat ada di hadapannya. "Pemandangan yang indah" Arkam membatin. . Jantung Rahma berdetak lebih kencang dari biasanya. Dengan segera ia kembali menutupi wajahnya yang memerah dengan buku yang bersampul warna hijau tersebut. Ia tak ingin Arkam melihat wajahnya yang tersipu tersebut.

"Kak, pulang yuk. Buku yang Ayu cari udah ketemu" Kata Ayu yang memperlihatkan dua buah buku yang lumayan tebal.

"Kami duluan yah?" Kata Arkam, kemudian berlalu meninggalkan mereka berdua.

.....

"Mereka berdua kelihatan sangat cocok yah?" Ucap Anti mencoba menyulut api.

"Menurutku biasa aja" Sahut Rahma dengan nada kesal.

"Kamu cemburu yah sis?"

"Siapa juga yang cemburu? Biasa aja kali"

Anti mengamati wajah temannya tersebut. "Tapi kalau saya perhatikan, kayaknya masih ada sesuatu  antara kalian berdua"

"Ada apa? gak ada apa-apa kok" Rahma menoleh ke samping lalu kemudian menutup buku yang tadinya ia baca.

"Tapi kalau saya perhatikan kamu kok jutek banget sama kak Arkam. Sikapmu persis seperti orang yang sedang ngambek sama pacarnya"

"Ngambek, emang kenapa aku harus ngambek sama orang kayak gitu?"

"Tapi bener kamu gak ada lagi perasaan apa-apa sama kak Arkam?" Anti mengintrogasi.

"Enggak ada Nti, kok gak percaya banget?"

"Yang benar?"

"Iya benar sebenar benarnya."

"Gak usah bohong sis. Kalau suka yah bilang aja suka. Jaim sih boleh saja, tapi jangan sampai harga dirimu yang terlalu tinggi itu membuatmu kehilangan seseorang yang kamu cintai."

"Trus apa dong yang harus aku lakukan? Aku kan cewe, masa aku yang nyatakan cinta sama dia. Dan lagian dulu aku yang mutusin dia. Mustahil rasanya untuk minta balikan" Setelah didesak dengan pertanyaan yang bertubi-tubi, Rahma akhirnya jujur.

"Kau tidak perlu melakukan hal seperti itu dengan kata-kata. Cukup dengan perbuatan saja, maka dia pasti akan mengerti. Berikan sinyal bahwa kau masih mencintainya. Berikan perhatianmu padanya, jangan malah bersikap sebaliknya"

Kasi sinyal? Emang HP dikasi sinya?

Bersambung .....
The Mantan bagian 13


Penulis : Salga Saputra







Komentar

Postingan populer dari blog ini

THE MANTAN BAGIAN 1

THE MANTAN BAGIAN 2