THE MANTAN BAGIAN 9


THE MANTAN

Bagian ke-9
Hujan dan Mantan
Jam telah menunjukkan pul 04.20 WITA

"Udah sore sekali nih. Kita pulang yah Ma. Bisa kena semprot nanti sama Puang Sompa kalau kita sampai di rumah saat magrib" ajak Anti pada Rahma.

"Belum setengah lima pun. Nanti ajalah pulangnya. Atau sekalian bermalam ajalah di sini." Pinta Evi.

"Makasih Vi, lain kali aja yah." Ucap Rahma.

"Ya udah, kalau gitu bangunin dululah tukang ojek kalian itu" ucap Evi sambil melirik ke arah Arkam dan Khalil yang tengah tertidur pulas di lantai yang beralaskan tikar daun lontar.

“Bangunin lah Ma!" Anti melimpahkan tugas berat itu ke Rahma.

"Kamu ajalah Nti yang bangunin"

"Yah udah kalau gak mau bangunin, kita bermalam di sini aja"

Dengan terpaksa Rahma melangkah ke arah dua beruang yang sedang tertidur pulas itu. Perasaan marah dan cemburu ketika melihat Arkam disuapin oleh Ayu belum sepenuhnya hilang dari benaknya. Ia menarik-narik ujung baju Arkam dengan geram "Oe bangun, udah sahur!!!!!"

Tak ada reaksi dari mereka berdua. Arkam dan Khalil benar-benar pulas tidurnya layaknya beruang yang tengah berhibernasi.

"Ngebangunin orang tuh yang benar" ucap Anti.

"Tau ahh, aku udah teriak-teriak pun"

"Bukan gitu cara ngebangunin orang"

"Trus gimana dong?" Rahma semakin kesal karena usahanya tak memberi efek apa pun kepada dua beruang yang sedang tidur itu.

"Ngebangunin orang itu bukan dengan menarik pinggiran bajunya. Tapi coba kau dekatkan bibirmu itu ketelinganya, trus bisikin "yang bangun sayang, kopinya udah aku buatin"

Evi cekikan mendengar usulan Anti. Sementara itu Rahma semakin kesal, ia lalu mencelupkan tangannya ke dalam gelas yang ada di sampingnya kemudian menjentikkan tangannya ke muka Arkam.

Merasa ada sesuatu yang membasahi wajahnya, Arkam pun menggosok kedua matanya dan perlahan membuka kelopak matanya. Yang pertama ia lihat tentu saja wajah Rahma. Menyadari hal itu, dengan secepat kilat Rahma memalingkan wajahnya seolah tak sudi wajah cantiknya ditatap oleh makhluk brengsek itu. Bukan itu saja, ia pun sebenarnya merasa malu jika bertemu pandang denga Arkam.
...


Khalil menstarter motornya lebih dahulu. "Yang mau ikut aku siapa, Rahma apa Evi?" Teriak Khalil dari pinggir jalan.
"Aku aja" Evi segera mendekat dan naik ke jok belakang. Mereka berdua berangkat lebih dahulu.

Mau tidak mau, Arkam pun berboncengan dengan Rahma. Arkam menyetir dengan pelan. Sunyi, senyap, tak ada sepatah kata pun yang berasal dari jok belakang. Sementara itu Khalil yang tadinya cuman beberapa meter di depan mereka kini tak lagi nampak, sepertinya ia mengendarai motornya dengan sangat cepat.

Saking jaga jaraknya dengan Arkam, Rahma rela duduk di bagian jok paling belakang. Sehingga ia harus menahan rasa sakit akibat pantatnya bergesekan dengan besi pembatas. Arkam pun menyadari kelakuan mantannya tersebut, ia merasa bahwa seolah-olah Rahma sangat jijik padanya. Aku rem mendadak nanti kau baru tahu rasa Batin Arkam.

Belum sampai setengah perjalanan, hujan tiba-tiba menerpa dengan derasnya yang memaksa mereka untuk segera mencari tempat berteduh.

Hujan begitu deras, Arkam dan Rahma kemudian berteduh pada teras bangunan yang berbentuk seperti warung kecil. Bangunan itu tertutup, tak ada orang lain di sana selain mereka berdua. Arkam duduk pada bangku yang terletak di sebelah kanan, sementara itu Rahma duduk sekitar empat meter pas di hadapannya. Suasana begitu canggung, tak terdengar sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka, hanya suara rintik hujan yang menjadi musik latar kebersamaan mereka berdua.

Sesekali Rahma mencuri pandang ke arah Arkam, begitu pun sebaliknya. Namun ketika pandangan mereka bertemu, dengan sigapnya Rahma memalingkan wajah dan pura-pura menatap ke arah lain.

Hujan membuat suasana menjadi semakin syahdu. Hujan entah mengapa selalu mampu membangkitkan ingatan masa lalu, masa di mana mereka sering menghabiskan waktu bersama, saling bertukar pesan hinggan larut malam. Sebuah kenangan sederhana yang masih menyisakan jejak bahkan sampai saat ini.

Betapa banyak kata-kata yang ingin terucap dari mulut mereka, namun semua seakan tertahan ditenggorokan. Andai mereka dapat jujur pada diri sendri, dan jujur pada satu sama lain, tentu situasinya tidak akan menjadi seperti sekarang ini.

Arkam mengumpulkan keberanian, ia menatap Rahma lebih lama dari biasanya. Dan ketika pandangan mereka bertemu lagi, Rahma hanya menunduk perlahan seakan takluk oleh tatapan tersebut.

"Boleh tidak aku tanya sesuatu sama  adek?" Tiba tiba Arkam dengan canggung memulai pembicaraan.

"Boleh kak" jawab Rahma dengan lembut.  Ia menjawab dengan tetap tertunduk, entah mengapa dalam suasana hujan seperti itu ia tidak mampu untuk bersikap sok tak peduli. Sifat judesnya tiba-tiba lenyap seketika.

"Aku ada salah yah sama adek? Kalau ada, aku minta maaf yah"

"Enggak ada kayaknya kak, kok kakak nanya kayak gitu?"

"Enggak kok cuman nanya basa-basi aja" jawab Arkam ringkas, padahal ia bertanya seperti itu karena ia merasa sikap Rahma sewaktu di rumah Evi tadi seperti berusaha menjauh darinya. Jauh berbeda dengan Rahma yang ia temui sewaktu di pesta pernikahan.

"Ngomong-ngomong penggantiku udah ada belum?" Arkam merasa sulit untuk menemumukan topik pembicaraan yang pas. Tiba-tiba saja kalimat itu yang terlontar dari bibirnya.

"Pengganti apa kak?" Rahma bersikap seolah tak mengerti apa yang dimaksud Arkam. Ia berusaha menghindar dari pertanyaan tersebut.

"Yah yang gantiin aku jadi pacar adek. Udah ada belum?" Ucap Arkam lagi dengan kikuk.

"Yang mencoba dekat sih banyak, cuman Rahma masih malas pacaran" jawab Rahma sediplomatis mungkin. Seolah ingin menegaskan bahwa dirinya masih laku.

"Belum bisa move on yah dek?" kata Arkam menusuk tajam seolah menghakimi.

"Yah bisalah kak, cuman Rahma mau fokus kuliah dulu" jawab Rahma kelabakan. Pernyataan Arkam berhasil mengusik ego dan harga dirinya.

"Kirain belum bisa move on. He he he" Ucap Arkam sambil cengengesan.

"Kakak aja kali yang belum bisa move on" balas Rahma.

"Bisa jadi" Jawab Arkam ringkas tanpa berusah membela diri.

Jawaban Arkam masih menggantung, dan hanya menimbulkan pertanyaan lain dalam benak Rahma. Dengan terbata-bata Rahma kembali bertanya. "Emang sekarang kakak belum punya pacar?"

"Kenapa nanya kaya gituan dek, mau ngajak balikan yah?"ucap Arkam tanpa merasa berdosa. Tentu saja Rahma kaget mendengar pertanyaan tersebut. Entah bagaimana seharusnya menjawab pertanyaan seperti itu.

"Ihh kakak ini, siapa juga yang mau ngajak balikan, Rahma kan cuman nanya doank"  Rahma gelagapan.

"Saat ini aku belum punya pacar dek. Lagian sekarang bukan waktunya mikirin pacaran, masih banyak hal yang harus kupikirkan selain pacaran"

"Mikirin apa lagi kak? Lagian kakak kan udah lulus kemarin"

"Mikirin cari kerja dek, enggak enak jadi pengangguran"

"Jadi kalau kakak udah dapat kerjaan, kakak baru mau pacaran?"

"Entahlah dek, lagian gadis bodoh mana lagi yang mau sama aku?"

"Jadi menurut kakak, cewe yang dulunya mau jadi pacar kakak adalah gadis bodoh?" protes Rahma yang tidak terima dirinya disebut gadis bodoh.

"Kayaknya begitu ha ha ha" tawa Arkam membaur dengan suara rintik hujan.

"Ihh kakak ini, Rahma gak terima" kata Rahma tegas dengan memasang muka cemberut. Wajahnya yang cemberut tersebut malah mempertegas lesung pipi dan menambah kecantikannya. Siapapun yang melihatnya pasti akan menjadi gemas.

"Emang sekarang adek udah pintar yah?"

"Iyalah, sekarang kan udah jadi mahasiswa" senyum Rahma kembali mengembang.

"Sayang sekali"

"Sayang kenapa kak"

"Sayang adek gak bodoh lagi"

"Emang kenapa kalau bodoh"

"Yah kalau adek masih bodoh berarti besar kemungkinannya untuk jadi pacar aku lagi ha ha ha"

"Udah ah kak becandanya" kata Rahma sambil tersenyum gemas.

 Tanpa mereka sadari kebekuan diantara mereka kini telah mencair. Hujan pun telah reda padahal Rahma masing ingin menikmati kebersamaan tersebut. "Hujan, jangan reda dulu. Sebab aku masih ingin bersamnya lebih lama." Doanya dalam hati.

Doa Rahma tak berhasil membuat hujan mempertahankan rintiknya untuk menahan mereka berdua di tempat itu. Mereka pun akhirnya kembali melanjutkan perjalanan.

Di sini aja kak Pinta Rahma.
Arkam pun menghentikan motornya di depan rumah yang cukup mewah yang terletak di Jl. Soekawati.

Jadi ini rumah adek?


Iyya kak

Baru kali ini Arkam menghantar Rahma ke rumahnya. Ia merasa sedikit kaget ternyata mantannya yang selalu berpenampilan sederhana itu ternyata anak orang kaya.  Berapami uang panaik yang bakalan naminta bapaknya ini Becee ujarnya dalam hati.

Bersambung....
The Mantan bagian 10

Penulis : Salga Saputra














Komentar

Postingan populer dari blog ini

THE MANTAN BAGIAN 12

THE MANTAN BAGIAN 1

THE MANTAN BAGIAN 2